
8/18/2012 09:14:00 AM

Unknown
Lebaran adalah hari yang tidak asing bagi kaum muslimin di seluruh
penjuru dunia. Hari yang penuh suka cita, di mana kaum muslimin
dibolehkan kembali makan dan minum di siang hari setelah satu bulan
penuh berpuasa. Namun, jika kita tinjau perayaan lebaran (’Iedul Fitri)
yang telah kita laksanakan, sudah sesuaikah apa yang kita lakukan dengan
keinginan Alloh dan Rosul-Nya? Atau malah kita melakukan hal-hal yang
bertentangan dengan perintah-Nya, dengan sekedar ikut-ikutan kebanyakan
manusia? Untuk mengetahui perihal ini, mari kita simak bersama bahasan
berikut. Perayaan ‘Iedul Fitri maupun ‘Iedul Adha merupakan salah satu
bentuk ibadah kepada Alloh. Dan ibadah tidak terlepas dari dua hal, yang
semestinya harus ada, yaitu: (1) Ikhlas ditujukan hanya untuk Alloh
semata dan (2) Sesuai dengan tuntunan Rosululloh shollallohu’alaihi wa
sallam.
Ada beberapa hal yang dituntunkan Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam terkait dengan pelaksanaan hari raya, di antaranya:
Mandi Sebelum ‘Ied: Disunnahkan bersuci dengan mandi untuk hari raya
karena hari itu adalah tempat berkumpulnya manusia untuk sholat. Namun,
apabila hanya berwudhu saja, itu pun sah. (Ahkamul Iedain, Dr. Abdulloh
At Thoyyar – edisi Indonesia). Dari Nafi’, bahwasanya Ibnu Umar mandi
pada saat ‘Iedul fitri sebelum pergi ke tanah lapang untuk sholat (HR.
Malik, sanadnya shohih). Berkata pula Imam Sa’id bin Al Musayyib,
“Hal-hal yang disunnahkan saat Iedul Fitri (di antaranya) ada tiga:
Berjalan menuju tanah lapang, makan sebelum sholat ‘Ied, dan mandi.”
(Diriwayatkan oleh Al Firyabi dengan sanad shohih, Ahkamul Iedain,
Syaikh Ali bin Hasan).
Makan di Hari Raya: Disunnahkan
makan saat ‘Iedul Fitri sebelum melaksanakan sholat dan tidak makan saat
‘Iedul Adha sampai kembali dari sholat dan makan dari daging sembelihan
kurbannya. Hal ini berdasarkan hadits dari Buroidah, bahwa beliau
berkata: “Rosululloh dahulu tidak keluar (berangkat) pada saat Iedul
Fitri sampai beliau makan dan pada Iedul Adha tidak makan sampai beliau
kembali, lalu beliau makan dari sembelihan kurbannya.” (HR. Tirmidzi dan
Ibnu Majah, sanadnya hasan). Imam Al Muhallab menjelaskan bahwa hikmah
makan sebelum sholat saat ‘Iedul Fitri adalah agar tidak ada sangkaan
bahwa masih ada kewajiban puasa sampai dilaksanakannya sholat ‘Iedul
Fitri. Seakan-akan Rosululloh mencegah persangkaan ini. (Ahkamul Iedain,
Syaikh Ali bin Hasan).
Memperindah (berhias) Diri pada Hari
Raya: Dalam suatu hadits, dijelaskan bahwa Umar pernah menawarkan jubah
sutra kepada Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam agar dipakai untuk
berhias dengan baju tersebut di hari raya dan untuk menemui utusan. (HR.
Bukhori dan Muslim). Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam tidak
mengingkari apa yang ada dalam persepsi Umar, yaitu bahwa saat hari raya
dianjurkan berhias dengan pakaian terbaik, hal ini menunjukkan tentang
sunnahnya hal tersebut. (Ahkamul Iedain, Syaikh Ali bin Hasan). Perlu
diingat, anjuran berhias saat hari raya ini tidak menjadikan seseorang
melanggar yang diharamkan oleh Alloh, di antaranya larangan memakai
pakaian sutra bagi laki-laki, emas bagi laki-laki, dan minyak wangi bagi
kaum wanita.
Berbeda Jalan antara Pergi ke Tanah Lapang dan
Pulang darinya: Disunnahkan mengambil jalan yang berbeda tatkala
berangkat dan pulang, berdasarkan hadits dari Jabir, beliau berkata,
“Rosululloh membedakan jalan (saat berangkat dan pulang) saat iedul
fitri.” (HR. Al Bukhori). Hikmahnya sangat banyak sekali di antaranya,
agar dapat memberi salam pada orang yang ditemui di jalan, dapat
membantu memenuhi kebutuhan orang yang ditemui di jalan, dan agar
syiar-syiar Islam tampak di masyarakat. (Ahkamul Iedain, Syaikh Ali bin
Hasan). Disunnahkan pula bertakbir saat berjalan menuju tanah lapang,
karena sesungguhnya Nabi apabila berangkat saat Iedul Fitri, beliau
bertakbir hingga ke tanah lapang, dan sampai dilaksanakan sholat, jika
telah selesai sholat, beliau berhenti bertakbir. (HR. Ibnu Abi Syaibah
dengan sanad yang shohih).
Diperbolehkan saling mengucapkan
selamat tatkala ‘Iedul Fitri dengan “taqobbalalloohu minnaa wa minkum”
(Semoga Alloh menerima amal kita dan amal kalian) atau dengan
“a’aadahulloohu ‘alainaa wa ‘alaika bil khoiroot war rohmah” (Semoga
Alloh membalasnya bagi kita dan kalian dengan kebaikan dan rahmat)
sebagaimana diriwayatkan dari beberapa sahabat. (Ahkamul Iedain, Dr.
Abdulloh At Thoyyar)
0 komentar :
Posting Komentar