Pernahkah Anda meragukan kebaikan sesama Anda? Apa sikap Anda terhadap kebaikan sesama Anda?
Ada seorang bapak punya dua orang anak. Kedua anaknya itu sangat ia
sayangi. Mereka menjadi andalan masa depannya. Mereka menjadi penerus
generasinya di masa yang akan datang. Karena itu, ia mendidik mereka
dengan disiplin yang tinggi. Ia ingin kedua anaknya itu mengikuti
jejaknya dalam melakukan hal-hal yang baik dalam hidup.
Suatu hari, bapak itu meminta anaknya yang sulung untuk membawa uang ke
bank. Uang itu akan ditabung untuk masa depan anak sulung itu. Bapak itu
ingin agar uang itu menjadi modal bagi anak sulungnya kelak di kemudian
hari. Sayang, anak itu menolak permintaan anak sulungnya. Bapak itu
sangat kecewa. Ia melakukan sesuatu yang sangat baik bagi anaknya, namun
ia punya sikap yang bertolak belakang.
Namun bapak itu tidak marah. Ia tidak tersinggung akan sikap anak
sulungnya itu. Lantas ia mendatangi anak bungsunya. Ia meminta hal yang
sama. Ia memberikan pengertian kepada anaknya itu bahwa ia lakukan hal
itu demi anaknya sendiri. Bukan demi dirinya sendiri. Ia ingin sang anak
memiliki masa depan yang cerah. Sayang, anak bungsu itu juga punya
sikap yang sama dengan sang kakak. Ia tidak mau diganggu. Ia sedang
sibuk dengan pekerjaannya.
Meski ia mendapatkan sikap seperti itu, bapak itu tidak putus asa. Ia
masih punya harapan bahwa ketika mereka tidak sibuk lagi dengan
pekerjaan mereka, mereka akan melakukan apa yang dimintanya itu. Toh ia
lakukan itu bukan demi dirinya sendiri. Ia lakukan itu untuk kebahagiaan
kedua anaknya.
Selang beberapa jam kemudian, si bungsu datang kepada ayahnya. Ia
menawarkan bantuannya. Ia membawa uang itu ke bank. Bukan hanya untuk
dirinya sendiri, tetapi juga milik sang kakak. Ia menyesal telah membuat
hati sang ayah tertusuk oleh sikapnya.
Sahabat, dua orang punya dua sikap yang berbeda. Kiranya hal ini juga
berlaku bagi diri kita sendiri. Dalam hidup ini kita mesti membuat
keputusan-keputusan. Kita mesti berani mengambil langkah yang baik demi
masa depan kita. Namun sering manusia melakukan hal-hal yang kurang
bijaksana bagi hidup mereka.
Kisah di atas memberi inspirasi bagi kita bahwa sesuatu yang baik bagi
hidup kita mesti senantiasa kita perjuangkan. Sang ayah tidak peduli
terhadap sikap anak-anaknya. Ia masih punya pengharapan bahwa mereka
akan berpikir baik-baik tentang masa depan mereka. Benar! Pengharapan
bapak itu terpenuhi. Sang anak bungsu kemudian melakukan sesuatu yang
baik bagi dirinya sendiri.
Yang dibutuhkan dalam hidup ini adalah bukti kesetiaan. Orang tidak
hanya berjanji atau bermimpi tentang membangun masa depan yang lebih
baik. Yang lebih penting adalah bagaimana membuktikan janji atau mimpi
itu. Sering banyak orang cemas akan masa depannya. Banyak orang tidak
yakin akan memiliki masa depan yang lebih baik. Mengapa hal ini bisa
terjadi? Hal ini bisa terjadi karena mereka tidak berani menghadapi
resiko-resiko bagi hidup mereka. Mereka lebih memilih aman saja.
Tentu saja ini bukan sikap orang beriman. Orang beriman berani menjalani
hidup ini dengan berbagai resiko. Orang beriman mesti terus-menerus
berjuang apa pun yang akan terjadi atas hidup mereka. Orang beriman
berpegang teguh pada kasih setia Tuhan. Mereka yakin bahwa Tuhan
senantiasa membimbing hidup mereka. Tuhan tidak pernah meninggalkan
mereka berjuang sendirian di dunia ini. Tuhan senantiasa hadir dalam
hidup mereka. Mari kita serahkan hidup ke dalam kuasa Tuhan. Dengan
demikian, hidup ini menjadi kesempatan untuk mewujudnyatakan iman kita
kepada Tuhan. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales SCJ
Majalah FIAT
0 komentar :
Posting Komentar