Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Rejang |
---|
Jumlah populasi |
250.000 hingga satu juta jiwa[1] |
Kawasan dengan populasi yang signifikan |
Kepahiang Lebong Rejang Lebong Bengkulu Utara Bengkulu Tengah |
Bahasa |
Rejang Indonesia Melayu |
Agama |
Islam |
Kelompok etnik terdekat |
Suku Lembak Suku Serawai Suku Pasemah |
Suku Rejang adalah salah satu suku bangsa tertua di Sumatera. Suku Rejang mendominasi wilayah kabupaten Rejang Lebong, kabupaten Kepahiang, Kabupaten Bengkulu Tengah, Kabupaten Bengkulu Utara, dan kabupaten Lebong. Berdasarkan perbendaharaan kata dan dialek yang dimiliki bahasa Rejang, suku bangsa ini dikategorikan Melayu Proto.
Daftar isi |
Sejarah
Sejarah asal-usul Rejang yang sebenarnya sudah sangat tidak
memungkinkan diriwayatkan secara benar senyata fakta sebenarnya. Hal ini
disebabkan beberapa faktor yang mengakibatkan sejarah asal-usul Rejang
yang terhapus dan hilang ditelan ketidaktahuan generasi masa lalu.
Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
- Suku Rejang belum memahami media yang berperan untuk dijadikan pedoman yang tepat untuk meriwayatkan sejarah, seperti kemampuan menggambar, menulis, memahat, maupun hal-hal lain yang dapat memungkinkan untuk terdeteksi oleh generasi yang akan datang untuk disejarahkan. Bukti-bukti arkeolog tersebut belum ditemukan keberadaannya hingga zaman sekarang.
- Suku Rejang masih dipengaruhi oleh tradisi yang bersifat fiktif, sehingga hal-hal yang tidak masuk akal dimasukkan dalam kisah sejarah. Hal ini menjadikan sejarah asal-usul Rejang menjadi kisah fiktif yang validitas dan reliabilitasnya jauh dari patokan untuk meriwayatkan sejarah.
- Suku Rejang tidak terlalu mempedulikan masa lampau, tapi menerima sejarah masa lalu yang diriwayatkan oleh para sejarawan dan cendikiawan asing yang berstatus penjajah. Hal ini juga dihubungkan dengan beberapa oknum suku Rejang yang terlalu percaya diri berpendapat menurut kemauannya sendiri, padahal kemampuan berbahasa Rejang dengan berbagai dialek Rejang yang ada tidak dikuasainya. Suku Rejang yang berpartisipasi dalam proyek tersebut juga bukan berstatus orang Rejang asli, apalagi menjalani kehidupan di komunitas suku Rejang yang masih asli.
- Suku Rejang dengan sumber daya alam yang paling dieksploitasi oleh penjajah menjadi daerah yang dijadikan asal-usul suku Rejang. Ini disebabkan oleh rekayasa dari para penjajah yang memang memiliki kemampuan membaca dan menulis, sedangkan suku Rejang sangat dibodohkan. Sifat dari penjajah yang seperti ini sudah diketahui oleh para sejarawan Indonesia, yakni penjajah menjauhkan bangsa Indonesia untuk mengetahui ilmu pengetahuan modern. Pengetahuan modern seperti kemampuan ilmu bahasa, ilmu hitung, ilmu filsafat, maupun ilmu-ilmu modern yang lainnya belum didapatkan oleh suku Rejang yang merupakan suku bangsa di Indonesia. Ini terbukti dengan aksara kaganga yang konon merupakan tulisan asli suku Rejang, tapi pada kenyataan tidak mampu dipahami suku Rejang masa silam hingga masa sekarang. Hal ini juga menumbuhkan keraguan bahwa aksara tersebut adalah asli tulisan suku Rejang yang memang prakarsa suku Rejang itu sendiri.
- Suku Rejang terlalu suka meniru secara tidak kreatif, ini terbukti dengan alat musik tradisional, tari tradisional, rumah adat, adat upacara pernikahan, dan bahkan pakaian adat yang ada semuanya imitasi dari suku bangsa terdekat dan pendatang yang ada di tanah Rejang. Fenomena ini secara kasat mata dapat langsung ditebak oleh setiap pengamatnya, meskipun pengamat tersebut adalah seorang amatir.
Dari beberapa faktor di atas, sulit sekali mendeteksi sejarah
asal-usul suku Rejang. Meskipun demikian, masih ada satu peninggalan
yang masih diwariskan secara nyata dan masih ada hingga sekarang.
Warisan tersebut adalah bahasa Rejang, sebuah bahasa yang unik yang
belum punah hingga sekarang. Walaupun bukti-bukti arkeologi belum ada
terbukti keberadaannya secara fakta, tapi bahasa dapat dijadikan pedoman
menelusuri sejarah Rejang. Hal ini membuktikan bahwa orang yang paling
berperan untuk meriwayatkan Rejang adalah suku Rejang dengan kemampuan
bahasa Rejang tingkat mahir atau penutur asli bahasa Rejang yang mampu
berkomunikasi dengan orang-orang Rejang dengan kemampuan meriwayatkan
kisah lampau secara ilmiah.
Budaya
Pengadilan berdasarkan hukum Rejang di Kepahiang pada zaman Hindia-Belanda tahun 1800-an. Pengadilan tersebut terdiri atas kepala afdeling selaku hakim,
juru tulis, staf lainnya dari pemerintahan Hindia-Belanda, dan tokoh
masyarakat Rejang. Terdakwa biasanya adalah pelaku pencurian yang
merupakan pendatang dari luar wilayah Rejang yang sudah dikenal secara
umum oleh masyarakat Rejang bahwa pendatang dari wilayah tersebut
memiliki tradisi yang suka mencuri.
Suku Rejang menempati kabupaten Rejang Lebong, kabupaten Kepahiang,
kabupaten Bengkulu Utara, kabupaten Bengkulu Tengah, dan kabupaten
Lebong. Suku ini merupakan suku dengan populasi terbesar di provinsi
Bengkulu, suku ini tidak adaptif terhadap perkembangan di luar daerah.
Ini dikarenakan kultur
masyarakat Rejang yang sulit untuk menerima pendapat di luar dari
pendapat kelaziman menurut pendapat mereka, dan ini menjadi bukti
keyakinan dan ketaatan mereka terhadap adat-istiadat yang berlaku sejak
dahulu kala. Hal ini menggambarkan bahwa sejak zaman dahulu suku Rejang
telah memiliki adat-istiadat. Karena mayoritas suku Rejang masih
mempertahankan kebudayaan mereka, tidak heran jika hukum adat yang
berupa denda dan cuci kampung masih dipertahankan hingga sekarang. Suku
Rejang sangat memuliakan harga diri, seperti halnya penjagaan martabat
kaum perempuan, penghinaan terhadap para pencuri, dan penyiksaan dan
pemberian hukum denda terhadap pelaku zina.
Dikarenakan kesesuaian tradisi Rejang dengan ajaran Islam, suku Rejang
telah mengubah kepercayaan terdahulu mereka ke ajaran agama Islam.
Hingga saat ini, budaya mereka juga identik dengan nuansa Islam. Pada
zaman sekarang, sudah banyak putra-putri suku Rejang telah menempuh
pendidikan tinggi seperti ilmu pendidikan keguruan, ilmu kesehatan, ilmu
hukum, ilmu ekonomi, sastra, dan lain-lain. Banyak yang telah menekuni
profesi sebagai pegawai negeri,
pejabat teras, dokter, pegawai swasta, pengacara, polisi, dan berbagai
profesi yang memiliki kehormatan menurut masyarakat modern pada era
sekarang ini.
Bahasa
Suku Rejang memiliki perbedaan yang mencolok dalam dialek penuturan
bahasa. Dialek Rejang Kepahiang memiliki perbedaan dengan dialek Rejang
di Kabupaten Rejang Lebong
yang dikenal dengan dialek Rejang Curup, dialek Rejang Bengkulu Utara,
dialek Rejang Bengkulu Tengah, dan dialek Rejang yang penduduknya di
wilayah kabupaten Lebong. Secara kenyataan yang ada, dialek dominan
Rejang terdiri tiga macam. Dialek tersebut adalah sebagai berikut:
- Dialek Rejang Kepahiang (mencakup wilayah kabupaten Kepahiang)
- Dialek Rejang Curup (mencakup wilayah kabupaten Rejang Lebong, kabupaten Bengkulu Tengah, dan kabupaten Bengkulu Utara)
- Dialek Rejang Lebong (mencakup wilayah kabupaten Lebong dan wilayah kabupaten Bengkulu Utara yang berdekatan dengan wilayah kabupaten Lebong)
Dari tiga pengelompokan dialek Rejang tersebut, saat ini Rejang
terbagi menjadi Rejang Kepahiang, Rejang Curup, dan Rejang Lebong.
Namun, meskipun dialek dari ketiga bahasa Rejang tersebut relatif
berbeda, tapi setiap penutur asli bahasa Rejang dapat memahami perbedaan
kosakata
pada saat komunikasi berlangsung. Karena perbedaan tersebut seperti
perbedaan dialek pada bahasa Inggris Amerika, bahasa Inggris Britania,
dan bahasa Inggris Australia. Secara filosofis, perbedaan dialek bahasa
Rejang terjadi karena faktor jarak, faktor sosial, dan faktor psikologis
dari suku Rejang itu sendiri. Hal ini juga membuktikan bahwa tingkat
persatuan dan kesatuan suku Rejang masih sangat rendah jika dibandingkan
dengan suku bangsa terdekat lainnya suku Lembak, suku Serawai, dan suku Pasemah.
Itu disebabkan karena suku Rejang bukan suku bangsa perantau sehingga
tingkat kepemilikan tanah mereka tergolong tinggi, mereka masih mudah
dipengaruhi devide et empera yang dilancarkan penjajah sejak zaman pemerintahan Hindia-Belanda.
Pada zaman sekarang, politik pecah belah tersebut dilancarkan oleh
golongan tertentu dengan tujuan yang relatif sama dengan penjajahan
Hindia-Belanda.
Lihat pula
Referensi
- ^ Wurm, Stephen A. and Shiro Hattori, (eds.) (1981) Language Atlas of the Pacific Area Australian Academy of the Humanities in collaboration with the Japan Academy, Canberra, ISBN 0-85883-239-9
0 komentar :
Posting Komentar